Intel ISEF 2018 : Sarana Indonesia untuk Mawas Diri

Intel Internasional Science and Engineering Fair merupakan kompetisi Internasional yang diadakan oleh Society for Science and the Public. Ajang ini selalu diselenggarakan di Amerika Serikat, digilir di 3 tempat : Pittsburgh, Pennsylvania; Phoenix, Arizona; dan Los Angeles, California. Ajang ini diikuti oleh lebih dari 70 negara dan lebih dari 1800 peserta. Untuk informasi lebih detil bisa dilihat di link berikut,

Inter ISEF

Bagi yang punya kesempatan, bisa kunjungi Public Day ajang tersebut di bulan Mei 2019 nanti. Intel ISEF 2019 merupakan ISEF terakhir bersama Intel. Saya sendiri belum tahu, apakah kedepannya ISEF akan tetap ada tanpa Intel dan menggandeng perusahaan lain atau tidak.

Ada dua kompetisi nasional Indonesia yang terafiliasi dengan Intel ISEF : LKIR LIPI (IDN001) dan OPSI Kemdikbud (IDN002) yang kesemuanya sama-sama kontingen Indonesia yang harus kompak dan saling support. Pemenang kedua lomba inilah yang mendapat kesempatan untuk diseleksi kembali, untuk menjadi finalis di Intel ISEF. Tahun 2018 di IDN002 ada 2 Tim dari Daerah Istimewa Yogyakarta, alhamdulillah tim saya menjadi salah satunya, dan 1 Tim dari Bali. Kedua provinsi ini hampir setiap tahun mengirimkan delegasi untuk bertandang di Amerika. Siswa di provinsi lain jangan mau kalah meningkatkan kualitas penelitiannya, ya!

Tentu menjadi sebuah kebanggaan, ketika kita bisa ambil bagian, berjuang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Tentu menjadi kebahagiaan tersendiri saat mengenakan batik di atas panggung di antara teman-teman yang daerah asalnya belum tentu memiliki pakaian khas, Amerika contohnya. Tentu menjadi pengalaman tak terlupakan saat mengibarkan merah putih dan menunjukkan karya kita pada orang lain. Sayangnya di hari terakhir, tak ada satu pun tim IDN001 maupun IDN002 yang maju untuk mendapat penghargaan di antara begitu banyaknya penghargaan yang dianugerahkan. Ada apa gerangan?

Amerika merupakan peraih penghargaan terbanyak. India sepertinya adalah negara dari Asia yang meraih paling banyak penghargaan. China dan Jepang-seperti halnya kompetisi di bidang lain-juga mendapat posisi. Palestina, negara yang kita tahu sedang dalam peperangan, juga mendapatkan penghargaan. Satu siswa dari Australia mendapatkan penghargaan tertinggi, Gordon E Moore Award, yang seandainya itu aku yang dapat, aku langsung mencari sekolah di luar negeri tanpa pikir panjang. Saudi dan Mesir tak kalah mendapat penghargaan. Bahkan negara tetangga seperti Thailand dan Singapore juga dapat. Bisa dilihat di Inten ISEF Winners.

Sebagai orang awam, kita sudah bisa menerawang bagaimana perbedaan negara kita dan mereka. Negara kita cenderung memiliki lebih sedikit track record penelitian dibanding mereka. Universitas di Eropa dan Amerika sudah berdiri bahkan sebelum kita dijajah. Sebetulnya di masa kerajaan dahulu, ada beberapa lokasi di Indonesia yang dikisahkan menjadi tempat menuntut ilmu, tetapi tidak ada yang bertahan sampai saat ini. Universitas tertua dan terbaik di Indonesia saat ini berada pada ranking 1800an dunia.

Selain itu, negara lain seperti Amerika, Eropa, Jepang, China, dan lainnya memiliki proyek pengembangan ilmu pengetahuan yang begitu besar. Mereka memiliki lembaga ilmu pengetahuan seperti NASA, perusahaan IT seperti Google dan Microsoft, industri yang luar biasa besar, laboratorium canggih di tiap bidang studi di universitas tingkat dunia, dan fasilitas lainnya. Dengan adanya referensi-referensi semaju ini, siswa SMA di sana akan memiliki ide dan pemikiran yang beberapa langkah lebih maju daripada kita. Untuk mewujudkan ide mereka pun, ada fasilitasnya dan ada pembimbingnya.

Topik-topik penelitian yang diangkat oleh siswa-siswa ini menunjukkan pola yang teramat berbeda dengan topik-topik siswa Indonesia pada umumnya. Sebenarnya topik berbeda bukan masalah karena memang Indonesia memiliki lingkup masalah yang berbeda dan begitu banyak persoalan sosial yang bisa diangkat. Akan tetapi, topik anak Indonesia cenderung latah dan itu-itu saja, padahal ada banyak sisi yang sebenarnya bisa mulai disentuh oleh siswa Indonesia, tetapi belum ada yang meneliti sampai sejauh itu. Terkait dengan kurikulum, masih sedikit siswa Indonesia yang tertarik meneliti sampai lingkup Sel atau bahkan DNA, padahal sudah mulai diajarkan di SMP. Wawasan IT siswa Indonesia juga masih berputar pada penggunaan Microsoft Office. Bukankah untuk jenjang SMP-SMA perlu ada pengenalan pada ilmu informatika yang lebih aplikatif dan dapat menjadi media kreativitas siswa seperti coding? Indonesia sudah memiliki fasilitas yang cukup dan ahli yang mumpuni untuk membimbing di bidan-bidang ini, lho!

Selain tiga hal di atas, penelitian di kalangan siswa Eropa dan Amerika sudah mulai terbudaya sejak belia. Mereka yang memiliki ketertarikan dalam hal penelitian sudah mengerjakan karyanya bahkan sejak SMP. Untuk mengikuti Intel ISEF ini, karya mereka sudah dikerjakan bertahun. Siswa Indonesia rata-rata menyelesaikan penelitiannya hanya dalam 3-8 bulan. Tentu hasil yang dicapai berbeda.

Mungkin kita perlu mentrigger siswa untuk mau berkreasi lebih jauh. Guru dapat berperan lebih dari hanya sekedar mentransfer pengetahuan, mungkin bisa dengan memberi inspirasi. Perusahaan dan lembaga ilmu pengetahuan bisa berintegrasi dengan sekolah untuk memberi fasilitas siswa sekaligus meningkatkan proyek penelitian lembaga. Siswa yang melakukan penelitian diberi pendampingan serius sehingga dapat berproses dengan maksimal. Bisakah terjadi? Aku optimis bisa:) Insyaallah...

Memang di banyak sisi kita masih tertinggal. Akan tetapi, kita perlu memandang ketertinggalan ini dengan mental yang lebih kaya dan semangat, bahwa kita harus terus berjuang dan berusaha mengejar sedikit demi sedikit. Akan ada saatnya nanti kita menjadi negara yang berpengaruh, sumber daya manusianya terpelajar, dan kekayaan alamnya lestari serta termanfaatkan dengan baik. Asalkan masing-masing kita berprogres di lini masing-masing. Aku optimis untuk itu.

Sampai saat ini yang bisa aku lakukan masihlah mencoba mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada saatnya nanti, kita harus bisa mengimprove potensi yang ada dan mengubah keadaan. Semangat!

Pesan untuk adik-adik finalis kompetisi internasional apapun itu. Meski kalian terbagi menjadi beberapa tim (IDN001, IDN002, dst) dan kalian tidak memiliki rasa seperjuangan dan sependeritaan karena lolos dari kompetisi yang berbeda, tetaplah kompak sebagai Indonesia. Tetaplah saling support dan saling peduli. Biarlah terpisah secara administrasi, tetapi tetap bersatu dalam rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air. Semangat dan semoga sukses!

Dibanding memikirkan penelitian, jujur di sana aku lebih banyak menikmati suasana. Aku banyak foto-foto bersama teman baru dan Landmarks. Berputar-putar di kota Pittsburgh, mencari jajanan dan makanan yang enak, berkunjung ke Pitt University, dan lain.lain. Mengikhlaskan soal SBMPTN yang baru paginya kukerjakan dan langsung kutinggalkan terbang ke Jakarta. Having fun and fun. hmm... Bonus foto-foto selama di Amerika :

Di depan the Capitol, Washington DC


Saat Awarding


Bersama Jawa, Finalis dari Palestina yang Mendapat Penghargaan


Alumni SMAN 1 Yk yang berpartisipasi : aku dan Aden sebagai finalis. Mbak Amel dan Mas Reno menjadi pembicara tentang penelitian di Indonesia. Mbak Amel selaku pembimbing dan Mas Reno selaku pengampu kebijakan.


Aku sama Una  dalam perjalanan dari WDC menuju Pitt



Di Depan White House dengan Ibu Dwi Anita, Dosen Biomedik UI


Sebagian IDN002


Aku, Aden, dan Kak Siti (Interpreter)


Unch unch


Unbeatable happy boys


Think Beyond!

Barakallahu fiikum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Semester di Jerman (Bagian Kerja Part Time)

My Highschool Highlight (Bagian 2)

My Highschool Highlight (Bagian 1)