My Highschool Highlight (Bagian 2)
Tentang Kelas Riset dan
Penelitian
Seperti yang sudah aku ceritakan di atas, aku
mengikuti kelas riset. Sebagai siswa di kelas riset, sudah menjadi keharusan
bagiku untuk mencari pengalaman meneliti. Yep! Aku pertama kali mencoba meneliti bersama temanku
yang insyaallah shalihah dan semoga istiqomah, namanya Ferinda Rahma Mawadda.
Kami ingin memanfaatkan buah keben sebagai pewarna alami batik. Waktu itu,
ceritanya pas lagi cari ide, mata Ferinda jatuh pada sebuah pohon perindang di
sekolah kami. Kami tidak tahu nama pohonnya apa. Buah dari pohon itu besar,
keras, tidak bisa dimakan, daging buahnya seperti serabut kelapa, tapi bijinya
padat dan pahit. Ternyata, itu adalah buah Keben (Barringtonia asiatica).
Awalnya kami ingin memafaatkannya sebagai semacam bahan pembersih yang
biodegradable. Namun, ternyata untuk mendapatkan ekstrak saponin buah ini
membutuhkan waktu yang lama. Long story shorted, kami memutuskan untuk
memanfaatkannya sebagai pewarna alami batik, bahkan kami mencoba membuat versi
bubuknya. Penelitian sudah berjalan sebulan dan waktunya untuk submit paper ke
Lomba Peneliti Belia DIY. Kami lolos ke semifinal dan pameran di sana. Ternyata,
pemilihan buah ini sebagai bahan pewarna bukanlah ide bagus. Pertama, pohon ini
mulai jarang ditemui (belum pernah studi tentang potensi budidayanya, sih).
Kedua, bagian buah yang menghasilkan warna paling pekat adalah bijinya padahal
biji merupakan alat reproduksi yang teramat penting bagi tumbuhan. Versi bubuk
yang kami buat waktu itu juga memberi gambaran bahwa untuk memproduksi pewarna
ini dalam skala besar dan tidak mudah busuk, dibutuhkan sangat banyak buah
keben. Perbandingan antara
ekstrak dalam bentuk cair dan bubuknya sangat jauh. Aku lupa sih, mungkin satu
liter ekstrak cair hanya menghasilkan sekitar 30-50 gram bubuk warna. Kami
sempat ingin melanjutkannya sampai selesai, sayangnya aku keburu kagol dan
bosan.
Setelah pengalaman meneliti yang seru bersama
Ferinda di awal kelas satu itu, aku ingin mencoba penelitian dengan partner
laki-laki. Aku harus memilih 1 dari hanya 10 anak laki-laki di kelasku dan
pilihanku jatuh pada Aden Muflih Khaitami. Alhamdulillah dia langsung mau,
mungkin waktu itu dia masih selo. Maklum, belum mengira kalau akan jadi Ketua
II OSIS. Sebelumnya, dia meneliti di bidang fisika dengan membuat sebuah alat
perangkap nyamuk. Partnernya
saat itu perempuan. Long story shorted, aku mengajaknya berpartner dan
melakukan sebuah penelitian. Hampir setengah semester kami mencoba penelitian
tentang gempa bumi, tetapi ternyata dasar ilmu yang kami miliki kurang sehingga
belum saatnya kami mampu mengerjakan tujuan kami. Kemudian kami meneliti pantai
selatan Yogyakarta terkait kondisinya sebagai habitat peneluran penyu. Nahhh…
Penelitian habitat penyu ini kami
kirimkan ke Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia tahun 2016. Setelah menanti
dengan penuh harap, ternyata kami tidak mendapat kabar gembira. Sebagai anak
SMA yang idealis, kami melanjutkan penelitian kami dengan senang hati bukan karena
dikejar deadline lomba atau apapun. Menuju akhir kelas 12 SMA, kami mengakhiri
penelitian ini dan mengirimkannya kembali ke lomba yang sama di tahun
sebelumnya. Qadarallah, meskipun tidak diduga, kami lolos ke final nasional. Mungkin pengalaman mengikuti OPSI ini akan
bagus kalau ditulis di satu artikel tersendiri. Alhamdulillah, setelah melalui banyak hal
menuju OPSI 2018, kami dapat berkompetisi dengan lancar dan mendapat
penghargaan medali Emas.
Sebagai medalis emas OPSI, kami dan
8 medalis lainnya berkesempatan diseleksi lagi untuk mengikuti ajang
internasional di Amerika Serikat, yaitu Intel ISEF. Long story shorted, aku dan
Aden menjadi salah satu dari 3 tim OPSI yang lolos ke ajang tersebut. Kami pergi ke Amerika bersama kontingen
jebolan LKIR LIPI yang menurutku lebih keren daripada kami. Cerita tentang ini
bakalan ada di post tersendiri, ya!
Tentang Bahasa Jerman
Saat naik ke kelas 2 SMA, aku mulai tertarik
dengan Bahasa Jerman. Jujur, kakak kelasku yang kuliah di sana sangat
menginspirasi. Ditambah lagi, guru bahasa Jermanku sangat memahami cara
mendidik anak-anak sepertiku agar selalu mood dan semangat saat belajar Bahasa
Jerman. Alhamdulillah, kami (siswa yang memilih lintas minat Jerman) semua
diikutkan olimpiade bahasa Jerman. Enrique Aldrin, mendapatkan juara pertama
dan aku di tempat kedua. Enrique berkesempatan untuk ikut final di Jakarta. Sejak
itu, Jerman menjadi lokasi sekolah impianku. Kenapa? Aku pengen banget kuliah
S1 di luar negeri, Jerman menawarkan pendidikan murah (disbanding negara maju
lain), daaan aku sudah punya basic bahasanya (walaupun perlu banget belajar
terus).
Oke, setelah post ini masih ada post tentang
kegiatanku diluar sekolah, cerita tentang OPSI dan Intel ISEF Amerika, cerita
ujian bahasa Jerman A2 di Goethe Institut Jakarta, dan cerita-cerita lainnya.
Semoga apa yang aku tulis bisa diambil hikmahnya. Viel Erfolg!
Komentar
Posting Komentar