My Highschool Highlight (Bagian 1)
Tiga tahun sudah aku menjalani masa
SMA di Yogyakarta, Indonesia. Tiga tahun yang lalu, aku adalah seorang gadis
dengan motivasi tinggi yang alhamdulillah berhasil meraih short-term dreamku, yakni
masuk ke salah satu SMA favorit di Yogyakata. Sejak saat itu, proses pencarian
jatidiri pun dimulai.
Sejak hari pertama masuk sekolah, aku disuguhi
banyak hal baru. Mulai dari sikap kakak-kakak kelas yang sangat ramah dan
sederhana, pilihan kelas yang beragam, hingga puluhan jenis ekstrakurikuler
yang bikin aku galau. Long
story shorted, aku memilih dan alhamdulillah lolos ke kelas khusus riset. Kelas
ini tidak jauh beda dengan kelas regular pada saat jam pelajaran biasa, tetapi
kami mendapat jam tambahan untuk meningkatkan pengetahuan riset, mulai dari inspirasi
untuk memicu ide inovasi, pengenalan sistematika penelitian, sampai dengan pembimbingan
dan konsultasi penelitian. Untuk ekstrakurikuler pilihan, aku memilih SIGMA The
Journalists! Sebuah pilihan yang tidak pernah kusesali.
Hari-hari di SMA dengan kesibukan
sebagai siswa sekaligus anggota ekstrakurikulerku akan terdengar klise, tapi
selalu menarik bagiku. Yah, pengalaman wawancara dan sharing dengan banyak
orang dengan berbagai latar belakang, kebiasaan mencari informasi secara dalam
dan akurat, membangun kebiasaan meneliti, dan lain-lain menjadi proses
pendewasaanku. Aku tidak lantas menjadi hebat, tetapi pernah berusaha melakukan
hal-hal tersebut setidaknya membuka wawasanku menjadi lebih luas, menambah
motivasi, dan membuka lebih banyak kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
Kalau kata orang ´Go hit the moon!
If you can`t reach it, you will fall among the stars`.
Tentang SIGMA, Dunia
Jurnalistik, dan Broadcasting
Kenapa aku milih SIGMA? Aku selalu tertarik dengan
jurnalistik dan media. Saat menonton berita di televisi, aku selalu
membayangkan menjadi pembaca berita. Saat SD aku bahkan ingin sekali les broadcasting.
Selain karena aku memang tertarik, banyak temanku yang sudah kursus untuk
mengembangkan bakat. Antara lain les menjadi penyiar radio dan broadcaster
di televisi lokal. Menurutku,
bergabung di SIGMA adalah awal yang bagus kalau ingin mengenal dunia
jurnalistik dan media.
Menjadi anggota SIGMA saat itu adalah hal spesial.
Selain karena minat, hal ini terasa spesial juga karena kami diseleksi. Hanya
siswa-siswi baru yang terkualifikasilah yang menjadi anggota. Sebenernya yang
penting semangat aja sih. Hmm... tidak
dapat dipungkiri bahwa proses ini cukup men-triger kemauan dan semangatku.
Pada penugasan tim pertama kali, aku mulai merasa
teman dalam tim ini seperti keluarga baru. Demi menyelesaikan sebuah buklet,
kami sampai menginap (padahal baru kenal). Aku menginap di rumah Fara dan Fahri
menginap di rumah Naufal. Kami pergi ke berbagai tempat print sampai lewat
tengah malam demi hasil yang terbaik.
Hal berkesan lain adalah saat pelantikan. Dilantik
di atas tanah berbatu di tengah-tengah sungai oleh kakak kelas yang sangat
mengayomi bersama teman-teman seperjuangan merupakan momen tak akan terlupakan.
Saat angkatanku menjadi panitia event sarasehan SIGMA pertama kali juga sangat
berkesan. Survey bersama, naik bis hujan-hujanan dengan Evan, menjadi MC dengan
Hiz, menghubungi alumni-alumni dengan Fia, Rachma, Sylmi, dan bagian-bagian
lain yang menyenangkan.
Pengalaman utama dan terpenting sebagai anggota
SIGMA adalah berkontrisi dalam majalah. Ada nama dan fotoku di majalah sekolah,
lho! Gimana nggak seru? Wawancara Mas Raf’ie yang kuliah di Amerika untuk
rubrik ´Page From´ , melihat teman-teman berjuang menghubungi narasumber
terkenal dan bahkan ditolak berkali-kali, atau yang membahas topik sensitif
hingga membutuhkan taktik wawancara dengan narasumber, melihat illustrator dan
desainer grafis yang mendapat revisi berulang-ulang, dan belajar mengenal hak
cipta. Itu semua merupakan proses yang tidak terlupakan.
Tahun kedua di SIGMA, aku dilantik menjadi
Sekretaris Jenderal. Kalau di bagan kepengurusan SIGMA saat itu, jabatanku ini
setara dengan ketua II. Keren nggak sih? Eits, jangan salah, ternyata tidak
mudah. Organisasi skala sekolah yang beranggotakan hampir 60 orang ini
masalahnya cukup kompleks, mulai dari masalah teknis sampai dengan masalah hati
*eh. Tapi iya lho, ternyata menjaga perasaan dan kondusivitas mood anggota itu
harus baget dilakuin walaupun susah. Paling susah mengalahkan ego sendiri sih
hehehehe….
Kami dua kali jalan-jalan ke luar kota bersama.
Melihat Sam Poo Kong, ke museum, ke Masjid Agung Semarang, ke Kebun Kopi (tapi kesorean
wkwkwk), dan lain-lain. Seru? Hmmm, pake banget! Daaaaan, menjadi kontributor
menurutku lebih seru daripada jadi pengurus organisasi, wkwkwk. Gimana menurut
kalian?
Semester pertama kelas dua, aku sempat
memutuskan untuk les broadcasting di STC (Swaragama Training Centre) sebagai
penyiar radio. Pengalaman diajari oleh -dan paling tidak pernah melihat-
penyiar-penyiar ternama Yogyakarta ternyata asik juga, hihi. Mas Dimas Daniel, trainer seru dan sabar banget! Teman-teman
sekelas kursusku juga baik dan seru. Penyiar favoritku, Mbak Alya Pravita, juga
pernah nggak sengaja ketemu karena beliau kebetulan lagi ngeprint di kelas
kursusku. Waktu roomtour ke studio siar juga ketemu sama Mbak Almas yang
kebetulan lagi jadwal siaran waktu itu. Oh iya, selama kursus ini aku nggak
ketemu Mas Akbar Hakim. Beliau
pernah jadi narasumberku untuk tugas Bahasa Indonesia semasa SMP.
Mungkin mereka udah nggak inget aku, tapi pengalaman
itu sangat berkesan bagiku. Sampai sekarang, aku masih berharap suatu saat bisa
punya kesempatan magang di dunia broadcasting, such as jadi announcer,
reporter, narator atau dubber. Jujur aja aku nggak berani untuk
mengejar profesi di dunia media karena aku udah kalah percaya diri duluan. Aku
kadang merasa kecil hati dengan fisikku yang pendek dan menurutku tidak cukup
menarik. Insyaallah ada lah rejekinya di bidang lain, hehe.
Komentar
Posting Komentar